Peringkat 28 Orang
Terkaya di Indonesia Versi Majalah Forbes
Dream, Dilema itu akhirnya terpecahkan. Achmad
Hamami bisa bernafas lega, beban berat perwira Angkatan Laut itu sirna setelah
membuat sebuah keputusan besar pada tahun 1967 itu, Dia memilih pensiun dini
dari dinas militer. Institusi kebanggaan yang tengah dirubung korupsi akut.
Pilihan ini sungguh berat. Saat itu,
kariernya tengah moncer. Jabatan Wakil Direktur Operasi Departemen Pertahanan berada
dalam genggaman. Sebuah jaminan untuk menapaki hidup nyaman di masa depan
bersama sang istri, Rubiasih Soemadipradja, dan empat anaknya.
Namun pemilik nama lengkap Achmad Hadiat
Kismet Hamami ini bukan tipe manusia serakah. Hatinya sudah muak dengan korupsi
yang mewabah di lembaganya. Sehingga dia rela menanggalkan seragam kebesaran,
juga pangkat yang mengkilap.
Hamami tak lagi peduli pada reputasi
terhormat sebagai pilot jet tempur jempolan. Atau bahkan prestasi sebagai
penyandang pangkat kolonel termuda. Sederet gelar dari pendidikan militer
Belanda dan Inggris pun turut diabaikan. Pria kelahiran Jakarta 29 Juli 1930
ini berkata: jangan terjerembab ke pusaran korupsi laknat!
Pilihan Hamami ternyata tepat, setelah tak
jadi serdadu, dia mulai membangun bisnis. Memelihara gurita usaha yang diawali
dengan bisnis alat berat. “Roti dan kacang kami adalah alat berat,” tutur putra
Hamami, Rachmat Mulyana Hamami, sebagaimana dikutip Dream dari Forbes.
Mantan penerbang TNI AL ini
tak hanya piawai
mengendalikan pesawat tempur. Dia ternyata juga pandai menyetir bisnis besar.
Pandangannya jauh ke depan. Usaha ini dia racik untuk beberapa generasi.
Turun-temurun, hingga anak-cucu.
“Ayah saya selalu bermimpi memiliki
bisnisnya sampai 100 tahun. Siapa saja bisa memiliki bisnis keluarga, tapi
hanya sedikit yang bertahan dari generasi ke generasi,” tambah Rachmat.
Usaha inilah yang mengantarkan bapak empat
anak ini ke deretan orang terkaya di Indonesia. Tahun 2014, Majalah Forbes menempatkan Achmad
Hamami pada peringkat 28 sebagai taipan terkaya Tanah Air. Kekayaannya mencapai
US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 15 triliun.
***
Tapi perjuangan menuju orang terkaya bukan
perkara mudah. Ekonomi keluarga Hamami sedikit goyah setelah memutuskan pensiun
dini. Uang di tabungan terkuras. Mau tak mau dia harus membuka usaha. Les
matematika di rumah pun dia buka. Demi mengepulkan asap dapur, anak-anak Hamami
turut bergerak, berjualan es lilin keliling Kwitang.
Mengetahui kondisi ini, Soemitro
Djojohadikoesoemo, yang kala itu menjabat sebagai menteri, menawari Hamami
bekerja di Indoconsult Associates atau yang sekarang disebut Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM). Tawaran itu disampaikan melalui sang mertua, Mamoen
Soemadipraja. Soemitro dan Mamoen merupakan dekan di Universitas Indonesia,
sekaligus mitra bermain tenis.
Dari situlah Hamami menjalin jaringan luas
di kalangan bisnis. Dia bekerja di Indoconsult sampai 1970. Dia kemudian keluar
dan mendirikan perusahaan pertamanya, PT Trakindo Utama, pada 23 Desember tahun
yang sama. Basis perusahaan pun dibangun di Cilandak, Jakarta Selatan.
Angin keberuntungan mulai menerpa Hamami.
Produsen alat berat asal Amerika Serikat, Caterpillar, tengah merajuk dengan
distributor mereka di Surabaya. Rekanan di Kota Pahlawan itu dianggap tak
maksimal mempromosikan produk Caterpillar.
Hamami pun melihat peluang ini. Hamami
memang sudah berhubungan lama dengan Caterpillar sejak bekerja di Indoconsult.
Karena peluang itulah, dia perdalam ilmu manajemen. Mengambil kelas malam di
Universitas Dwipayana. Siang bekerja, Hamami belajar manajemen hingga larut
malam. Gelar sarjana ekonomi diraih pada 1970.
Kerja keras itu akhirnya terbayar.
Caterpillar kepincut. Perusahaan Paman Sam ini tertarik dengan latar belakang
Hamami sebagai mantan tentara dengan reputasi bersih. Kerja sama pun terjalin.
Akhirnya Trakindo resmi menjadi partner Caterpillar sejak 13 April 1971.
Booming pembangunan di
Indonesia sejak dekade 1970-an semakin melambungkan bisnis Hamami. Tak hanya bidang
konstruksi, alat-alat berat Trakindo juga laris dipesan perusahaan tambang. PT
Freeport Indonesia menjadi salah satu klien besarnya.
Berkembang pesat, Hamami pun membangun
anak-anak usaha untuk menopang Trakindo. Pada 1977 PT Sanggar Sarana Baja berdiri
untuk layanan perancangan dan fabrikasi pasar industri peralatan berat. Tahun
1982, PT Natra Raya dibentuk untuk bisnis manufaktur dan perakitan alat berat
Caterpillar. Sejak itu, anak-anak usaha lainnya terus lahir.
Namun di ujung dekade 1990-an, badai
menerjang bisnis Hamami. Trakindo terpuruk saat Indonesia dihajar krisis
ekonomi 1998. Hutang perusahaan menumpuk hingga US$ 118 juta. Masa-masa berat
merundung. Selain terlilit utang, kesehatan Hamami semakin memburuk. Pada 1999,
dia terserang glaukoma, yang membuatnya buta. Tekanan krisis ekonomi semakin
memperburuk kesehatannya. Di tengah kondisi sakit, Hamami nekat terbang ke
Singapura. Mencari pinjaman bank guna membayar utang, Namun gagal.
Keluarga Hamami terpaksa membayar utang itu
dengan menguras tabungan keluarga. Tapi kabar baiknya, sejak itu pula Trakindo
terbebas dari jeratan rente.
Hamami mencoba bangkit. Pada 16 Agustus
2000, PT Tiara Marga Trakindo (TMT) berdiri. Perusahaan ini menjadi induk Grup
Trakindo. Hamami memimpin TMT sejak 2001 hingga sekarang.
Kini, di bawah TMT, bernaung sejumlah anak
perusahaan yang dikendalikan putra putri Hamami. PT ABM Investama Tbk.,
perusahaan bidang energi, dikendalikan Rachmat Mulyana Hamami; PT Trakindo
dikelola Bari Hamami; PT Mahadana Dasha Utama (MahaDasha) dipegang Mivida
Hamami. Anak perusahaan lain adalah PT Chandra Sakti Utama Leasing (CSUL
finance) dan PT Radana Bhaskara Finance, Tbk. Sementara, anak perempuan Hamami,
Anna Solana Hamami yang menjadi dokter gigi, mengemban jabatan komisaris di TMT.
Dengan anak-anak perusahaan itu, keluarga Hamami melebarkan cengkraman
bisnisnya. Tahun ini, setelah memperkuat penetrasi perseroan di segmen ritel
dengan mengelola dua merek restoran waralaba internasional, Carl's Jr. dan
Wingstop, keluarga Hamami membuka usaha supermarket LOKA. Supermarket itu diluncurkan melalui PT Mega
Mahadana Hadiya (Mahadya), unit usaha PT Mahadana Dasha Utama.
Kini, usia Hamami sudah 84 tahun, namun
masih aktif berkecimpung di perusahaan. Hamami yang dulu lihai mengendalikan jet
tempur di angkasa, kini menjelma sebagai nahkoda bisnis handal.
Menjadi kaya, bagi Hamami, bukanlah dosa.
Tapi bagaimana usaha menjadi kaya itu dibangun dari kejujuran dan kerja keras bukan
hasil korupsi. Lewat perjalanan waktu, Hamami membuktikan bahwa dia bisa
Menjadi kaya tanpa korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar